Skip to main content

Koneksi Antar Mater Modul 1.4

Koneksi Antar Materi - Modul 1.4


Budaya positif merupakan kebiasaan-kebiasaan atau perilaku-perilaku positif atau baik yang dikembangkan untuk membentuk karakter peserta didik yang sesuai dengan Profil pelajar Pancasila. Budaya positif ini harus terus dilaksanakan secara berkelanjutan, sehingga pada akhirnya karakter kuat dan positif dari para peserta didik akan terus berkembang sampai mereka dewasa.

Sebagai seorang guru, saya melihat pentingnya budaya positif di sekolah untuk menumbuhkembangkan lingkungan yang positif. Dalam rangka menciptakan budaya positif, penerapan disiplin positif selalu  diimplementasikan untuk menghasilkan murid-murid yang berkarakter, disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab. Saya selalu mencoba untuk menjadi murid-murid saya yang berkarakter kuat yang memiliki jiwa disiplin, jujur, santun, peduli dan bertanggungjawab baik pada dirinya, orang lain, dan lingkungannya. 

Penumbuhan karakter-karakter ini memang harus diterapkan sejak dini, sejak mereka memasuki masa sekolah dasar. Namun, yang paling penting supaya penerapan dan pembentukan karakter-karater murid-murid saya ini terus berkelanjutkan, guru harus menjadi teladan yang menunjukan dan mempraktikkan karakter-karakter tersebut. Saya selalu berusaha menjadi contoh atau teladan yang baik bagi murid-murid saya dalam membentuk budaya positif. Budaya disiplin, jujur, berntanggungjawab, santun, dan peduli harus ditunjukkan kepada para murid, sehingga mereka akan terbiasa dalam mengembangkan karakter tersebut dan berusaha untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

Untuk lebih meningkatkan motivasi pada murid di sekolah dalam mengimplementasikan budaya positif dan lingkungan positif, saya berusaha menempatkan diri saya sebagai seorang manajer dengan konsep segitiga restitusinya. Pemberian hukuman dan penghargaan sepertinya sudah tidak sejalan dengan motivasi yang ada dalam diri para murid. Penembatan diri saya sebagai seorang manajer dapat menyelesaikan masalah-masalah yanga da dalam diri murid dengan sangat baik dan sejalan dengan Profil Pelajar Pancasila. 

Supaya keteraturan dapat terlaksana dengan baik, saya mencoba menerapkan kesepakatan dan keyakinan kelas, sehingga murid-murid tahu dan sadar akan posisinya sebagai seorang pelajar  apa yang menjadi tanggungjawabnya. Keyakinan sekolah/kelas perlu dibentuk dan disampaikan kepada murid-murid untuk menyadarkan mereka bahwa dalam pelaksanaan aktivitasnya dibatasi oleh keyakinan yang terbentuk di antara mereka. Mereka akan sadar dan berdisiplin ketika mereka mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan itu benar dan sesuai dengan keyakinan yang telah mereka sepakati bersama.

Jika semua keyakinan kelas atau sekolah dan berhasilnya penerapakan segitiga restitusi, saya yakin bahwa budaya positif juga akan tumbuh dan berkembang di sekolah, seperti halnya yang saya coba terapkan di sekolah sekarang ini.

Koneksi Antar Materi

a. Filosofi Pemikiran Pendidikan Ki Hajar Dewantara
Penerakan budaya positif di sekolah pada dasarnya merupakan pengejawantahan dari filosofi pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara. KHD menegaskan bahwa pendidikan itu harus membentuk manusia merdeka yang berpihak pada murid. Sehingga, guru harus bisa mendidik dan menuntun murid-muridnya sesuai dengan kodratnya masing-masing, baik kodrat alam maupun kondrat zaman. Dengan bebasnya para murid dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilannya maka akan terbentuk karakter kuat sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Dan pada akhirnya, karakter kuat ini akan terbentuk dari budaya positif yang dikembangkan di sekolah.

b. Nilai dan Peran Guru Penggerak
Budaya positif dapat terlaksana dengan baik, apabila guru penggerak mengetahui nilai dan perannya. Dalam kaitannya dengan budaya positif guru penggerak harus memiliki peran berpihak pada murid, mandiri, refklektif, kolaboratif, dan inovatif. Nilai Berpihak pada murid merupakan nilai utama yang harus dikembangkan guru dalam kaitannya dengan budaya positif. Nilai ini sangat penting dalam membentuk karakter kuat murid yang diharapkan, seperti disiplin, santun, jujur, peduli, dan bertanggung jawab. Dalam perannya sebagai guru penggerak, yaitu kepemimpinan murid, guru harus mengenal dan mengetahui dengan baik potensi dan karakter yanga da pada murid, sehingga ia akan tahu bagaimna mengarahkan para muridnya dalam membentuk budaya positif di sekolah. 

Melalui nilai dan peran guru penggerak, budaya positif akan tumbuh dan berkembang dengan baik dalam diri peserta didik, sehingga apa yang diharapkan dalam membentuk Profil Pelajar Pancasila dapat terlaksana jika guru penggerak mengetahui dan melaksanakan nilai dan perannya dengan baik.

C. Visi Guru Penggerak
Dalam menjalankan peranannya, seorang guru penggerak harus dapat merumuskan visi yang berpihak pada murid, dan pada akhirnya akan membentuk Profil Pelajar Pancasila. Dalam menyusun visi tersebut, guru penggerak menggunakan Inkuiri Apresiatif melalui BAGJA, yang kemudian dibuatkan prakarsa perubahan.

Inkuiri Apresiatif merupakan pendekatan manajemn perubahan yang berbasis kolaboratif dan kekuatan Aset. Melalui Inkuiri Apresiatif, saya mencoba membuat Visi perubahan yang berpihak pada murid. Dari tahapan BAGJA, yang dimulai dari Buat Pertanyaan Utama, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, dan Atur Eksekusi, saya berusaha membuat visi yang bermuara pada murid. Muridlah yang menjadi faktor utama penyusunan visi. Melalui tahapan BAGJA pula diungkap dan gali budaya-budaya positif yang muncul dari peserta didik. Karena penyusunan Visi yang diharapkan bukan berasal dari budaya negatif murid, melainkan berasal dari budaya-budaya atau kebiasaan-kebiasaan positif murid, sehingga nantinya akan didapat visi yang positif, berpihak pada murid. 



Menciptakan Budaya Positif di Sekolah
a. Disiplin Positif 
Disiplin positif merupakan disiplin yang timbul dari dalam diri sendiri atau berasal dari motivasi sendiri. Disiplin ini bukan berasal karena adanya motiva eksternal, seperti hukuman atau penghargaan, namun benar-benar berasal dari kehendak sendiri tanpa paksaan.
Tujuan dari disiplin positif adalah menanamkan motivasi yang ketiga pada murid-murid kita yaitu untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.

b. Teori Kontrol
Teori kontrol dikembangkan oleh Dr. William Glasser, yang menyebutkan adanya kesalahan makna "kontrol" yang berkembang di masyarakat, yaitu:
Ilusi guru mengontrol murid
Ilusi bahwa semua penguatan positif efektif dan bermanfaat
Ilusi bahwa kritik dan membuat orang merasa bersalah dapat menguatkan karakter
Ilusi bahwa orang dewasa memiliki hak untuk memaksa

Dari teori kontrol tersebut sebenarnya, murid harus bisa mengontrol dirinya sendiri, sehingga akan terjadi perubahan paradigma stimulus respon menjadi terori kontrol diri,


C. Teori Motivasi
Teori motivasi menanamkan mutivasi kepada murid-murid untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percayai. Motivasi ini harus berasal dari dalam diri mereka sendiri (motivasi intrinsik) dan akan berdampak jangka panjang. Motivasi ini tidak terpengaruh adanya hukuman dan penghargaan. Murid-murid akan termotivasi dari dalam diri mereka sendiri untuk tetap berperilaku baik dan berlandaskan nilai-nilai kebajikan, karena mereka ingin menjadi orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang mereka hargai. 

D. Hukuman dan Penghargaan 
Hukuman dan penghargaan adalah cara untuk mengendalikan perilaku seseorang. Hukuman bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis, murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.

Penghargaan adalah memberikan hadiah kepada seseorang, dalam hal ini murid, dengan tujuan memberikan kebahagiaan dan motivasi. Alfie Kohn mengemukakan baik penghargaan maupun hukuman, adalah cara-cara mengontrol perilaku seseorang yang menghancurkan potensi untuk pembelajaran yang sesungguhnya. Menurut Kohn, secara ideal tindakan belajar itu sendiri adalah penghargaan sesungguhnya.

E. Posisi Kontrol Guru 
- Penghukum, 
- Pembuat Rasa Bersalah, 
- Teman, 
- Pemantau dan 
- Manajer. 

F. Kebutuhan Dasar Manusia 
- Kebutuhan untuk bertahan hidup (sutvival)
- Kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging)
- Kebebasan (Freedom)
- Kesenangan (fun)
- Penguasaan (power)

Kelima kebutuhan dasar manusia ini perlu digali dari setiap jurid agar kita sebagai guru dapat mengenal satu per satu per satu kebutuhan murid.

G. Keyakinan Kelas
Keyakinan kelas merupakan fondasi dan arah tujuan sebuah kelas yang akan menjadi landasan dalam memecahkan konflik atau permasalahan di dalam sebuah kelas.
Nilai-nilai keyakinan yang menjadi nilai-nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa, maupun agama. Nilai-nilai keyakinan yang telah disepakati akan lebih memotivasi murid dari dalam dirinya. Nilai-nilai keyakinan kelas yang biasa muncul, antara lain keadilan, kehormatan, pedli, kesehatan, keselamatan, kejujuran, kemanan, kesabaran, tanggungjawab, mandiri, berprinsip, dll.

Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif. Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.

H. Segitiga Restitusi
Segitiga Restitusi adalah suatu proses dialog yang dijalankan oleh guru atau orang tua, agar dapat menghasilkan murid yang mandiri dan bertanggungjawab. 
Segitiga restitusi diharapkan:
- Murid menjadi lebih kuat secara pribadi
- Membuka wawasan murid agar dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri
- Murid semakin percaya diri, mandiri, dan merdeka.

Segitiga restitusi terdiri dari
1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
2. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbehave)
3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)



Perubahan yang Terjadi Setelah Mempelajari Modul 1.4
Setelah mempelajari Modul 1.4 ini banyak hal yang berubah dari cara berpikir saya dalam menciptakan budaya positif. Perubahan-perubahan tersebut tergambar sebagai berikut:
  1. Konsep memberikan hukuman dan penghargaan berubahan menjadi memberikan motivasi internal
  2. Peran guru dalam menyelesaikan masalah yang bisa menjadi penghukum dan pembuat rasa bersalah menjadi manajer
  3. Ketika terjadi konflik atau permasahalah pada seorang murid, saya akan melihat kebutuhan dasar apa yang sebenarnya mereka belum penuhi dan kemudian membuat perubahan
  4. Mencoba menerapkan segitiga restitusi dalam penyelesaian masalah
  5. Selalu membuat kesekapatan kelas dan keyakinan kelas dalam membuat keteraturan di kelas

Pengalaman Penerapan Budaya Positif di Kelas atau Sekolah
Penerapan budaya positif di kelas atau sekolah merupakan sebuah keniscayaan untuk membentuk karakter murid sesuai yang diharapkan. Sebagai guru penggerak, saya mencoba menerapkan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah. Berikut beberapa pengalaman yang dapat saya uraiakan.
  1. Penerapakan keyakinan kelas, yang dirasa baru oleh para murid, menjadikan pembelajaran menjadi berubah kualitasnya. Murid-murid saya menjadi lebih sadar dan lebih bertanggungjawab akan perbuatan yang dilakukannya 
  2. Penerapan budaya peduli terhadap sesama dan lingkungan sebagai manisfestasi budaya positif di kelas, menjadi murid peduli akan dirinya dan lingkungannya. Meskipun budaya ini harus   terus diingatkan, namun proses bertahap ke arah budaya positif yang berkelanjutan terus berjalan
  3. Budaya berdoa yang khusu menjadi kebiasaan diri murid untuk memahami dan meyakini   bahwa segala sesuatu harus diperjuangkan dan diminta kepada Tuhan YME.  
  4. Kebiasaan Mengantri menjadi budaya positif yang menjadikan murid-murid saya sadar akan   disiplin mengantri
  5. Penyelesaian masalah dengan penerapan segitiga restitusi pada salah satu murid
Pengalaman yang terjadi di kelas/sekolah dalam penerapan budaya positif membuat sebuah pengalaman yang menarik dan membanggakan. Sebagai seorang guru, saya sangat bangga dan bahagia dalam menerapkan budaya positif yang saya dapatkkan dari Modul 1.4. Ini menjadi sebuah manifestasi pengetahuan dan wawasan yang luar biasa. Cara-cara yang saya terapkan kemudian menjadi contoh dan teladan bagi rekan-rekan sejawat, sehingga tentunya akan menjadi modal besar bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Dari pengalaman-pengalam yang timbul ada beberapa kejadian yang sudah baik dan perlu dilanjutkan, dan ada juga pengalaman yang perlu diperbaiki. 

Pengalaman yang sudah Baik

Pengalaman yang Perlu Diperbaiki

Penerapan keyakinan kelas

Penyelesaian masalah dengan segitiga restitusi

Budaya berdoa yang khusu

Budaya peduli terhadap sesama dan lingkungan

Kebiasaan mengantri

 


Interaksi dengan Murid berdasarkan Posisi Kontrol


Segitiga Restitusi
Sebelum mempelajari Modul 1.4 ini, saya pernah pencoba menerapkan konsep Segitiga Restitusi pada tahap Menstabilkan Identitas. Pada saat itu, saya sebenarnya belum tahu apa yang saya lakukan termasuk dalam Segitiga Restitusi, namun setelah saya pelajari saya memang pernah menerapkannya. Pada saat itu, ada murid saya yang melakukan kesalahan di kelas, dan saya membawa dia ke ruang guru untuk menyelesaikannya. Saya berusaha untuk tidak membuat dia tertekan, namun mencoba mencari solusi secara bersama-sama. Saya berusaha meyakinkan dia kalau berbuat salah itu biasa namun harus dicarikan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah. 

Namun demikian, saya tidak menerapkan tahap selanjutnya dalam segitiga restitusi karena memang saya belum mengenalnya.

Hal-hal Penting untuk Dipelajari dalam Proses Menciptakan Budaya Positif di Lingkungan Kelas maupun Sekolah
Ada beberapa hal penting untuk dipelajari dakam proses menciptakan budaya positif di lingkungan kelas maupun sekolah. Adapun hal-hal penting tersebut antara lain:
  1. Penguasaan pengetahuan dan wawasan tentang program Bimbingan Konseling dan parenting serta tindak lanjutnya
  2. Penguasaan pengetahuan dan wawasan tentang prundungan di sekolah
  3. Kerjasama antarwarga sekolah, khususnya antar guru dan orang tua, serta sekolah dan komite atau paguyuban.
  4. Kerjasama dengan pemangku kepentingan atau stakeholder pendidikan, seperti pihak kepala desa, puskesmas, polsek, dan kantibmas
  5. Kerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat sekitar sekolah
  6. Kerjasama sekolah dengan masyarakat sektiar sekolah

RANCANGAN TINDAKAN UNTUK AKSI NYATA

 

Judul Modul         : Program Lingkaran (Lingkungan Kami Aman, Ramah, dan Nyaman)           sebagai Impelemntasi Budaya Positif di SDN Cimacan 3 Kecamatan           Cipanas

Namas Peserta     :  UCUP SUPRIATNA, S.Pd.

 

A.  Latar Belakang

Sekolah yang baik dilihat tidak hanya dari keberhasilan kegiatan pembelajaran semata, namun juga dari keadaan lingkungan sekolah itu. Sekolah seharusnya memiliki lingkungan yang aman, ramah, dan nyaman bagi warga sekolah, khususnya peserta didik. Untuk mendapatkan keamanan, keramahan, dan kenyamanan di sekolah merupakan hak seluruh warga sekolah itu sendiri. Dan untuk memperolehnya menjadi tanggung jawab seluruh warga sekolah. Oleh karena itu, warga sekolah, khususnya peserta didik, harus terlibat langsung dalam mendapatkan dan menjaga keamanan, keramahan, dan kenyamanan.

Untuk mendapatkan dan menjaga keamanan, keramahan, dan kenyamanan di lingkungan SD Negeri Cimacan 3 Kecamatan Cipanas, saya mencoba membuat sebuah program yang diberi nama “LINGKARAN” (Lingkungan Kami Aman, Ramah, dan Nyaman). Program ini sebagai implementasi budaya positif di SD Negeri Cimacan 3. Melalui program ini, diharapkan warga sekolah, khususnya peserta didik, akan merasa aman, berperilaku ramah, serta nyaman belajar di SDN Cimacan 3.

Program Lingkaran membentuk kebiasaan-kebiasaan atau budaya-budaya positif yang diterapkan di sekolah. Untuk mendapatkan keamanan, peserta didik dibiasakan tidak melakukan perundungan (bulliying). Untuk keramahan, peserta didik dibiasakan berperilaku senyum, salam, sapa, sopan, dan santun. Dan untuk mendapatkan kenyamanan, peserta didik dibiasakan untuk menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat.


B.  Tujuan

            Adapun  tujuan dari program Lingkaran  ini adalah sebagai berikut:

  1. Sebagai upaya penerapan budaya positif di lingkungan SDN Cimacan 3.
  2. Membentuk karakter peserta didik sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.
  3. Menjadikan belajar di sekolah sebagai wisata edukatif.
  4. Menjadikan SDN Cimacan 3 sebagai sekolah yang aman, ramah, dan nyaman bagi peserta didik.

 

C. Tolak Ukur

            Adapun yang menjadi tolak ukur atau indikator keberhasilan dari program Lingkaran adalah sebagai berikut:

  1. Tindakan perundungan (bulliying) mendekati 0%.
  2. Sudah terbiasanya peserta didik dalam melakukan senyum, salam, sapa, sopan, dan santun terhadap sesama peserta didik, guru-guru, orang tua, dan tamu yang datang ke sekolah.
  3. Lingkungan sekolah yang mendekati 0% sampah dan terbiasanya peserta didik membuang sampah dan membersihkan sampah di lingkungan sekolah.

 
D.  Linimasa Tindakan yang akan Dilakukan

            Berikut adalah tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan linimasa.

  1. Melakukan diskusi program  Lingkaran dengan para guru dan kepala sekolah di lingkungan SDN Cimacan 3.(Minggu ke-3 Oktober 2023)
  2. Melakukan sosialisasi program Lingkaran kepada warga sekolah, khususnya peserta didik dan orang tua, sebagai budaya positif di SDN Cimacan 3. (Minggu ke-3 Oktober)
  3. Melakukan keyakinan kelas kepada para peserta didik tentang budaya positif pada program Lingkaran. (Minggu ke-3 Oktober 2023)
  4. Implementasi awal pelaksanaan program Lingkaran di SDN Cimacan 3 (Minggu ke-3 dan ke-4 Oktober 2023).
  5. Evaluasi dan refleksi program Lingkaran (Akhir Minggu ke-4 Oktober 2023)


Linimasa Tindakan yang Dilakukan

No

Aktivitas

Oktober 2023

Ming 1

Ming 2

Ming 3

Ming 4

1

Diskusi program  Lingkaran dengan para guru dan kepala sekolah di lingkungan SDN Cimacan 3

 

 

X

 

2

Sosialisasi program Lingkaran kepada warga sekolah, khususnya peserta didik dan orang tua, sebagai budaya positif di SDN Cimacan

 

 

X

 

3

Melakukan keyakinan kelas kepada para peserta didik tentang budaya positif pada program Lingkaran

 

 

X

 

4

Implementasi awal pelaksanaan program Lingkaran di SDN Cimacan 3

 

 

X

X

5

Evaluasi dan refleksi program Lingkaran

 

 

 

X

 

E.  Dukungan yang Dibutuhkan

            Untuk menyukseskan program ini diperlukan dukungan, baik dukungan moril maupun materil. Berikut adalah dukungan-dukungan yang diperlukan dalam pelaksanaan program Lingkaran.

  1. Rekan guru, tenaga kependidikan, penjaga sekolah, dan kepala sekolah dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan program Lingkaran di SDN Cimacan 3.
  2. Peserta didik dan orang tua dalam melaksanakan program Lingkaran.
  3. Banner, poster, dan spanduk Anti Bulliying, 5S, dan Menjaga Kebersihan.
  4. Tempat sampah, alat kebersihan, dan tumbuhan.
  5. Buku-buku tentang anti bulliying.
  6. Video tentang anti bulliying dan 5S.
  7. Kamera untuk dokumentasi kegiatan.

















Comments

Popular posts from this blog

Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1

Retno Nursyamsu · Mars Guru Penggerak Sumber: 1001indonesia.net Pendahuluan Kita mengenal Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Indonesia. Melalui pemikiran-pemikirannya, pendidikan di Indonesia terbentuk sesuai dengan kaidah dan jati diri bangsa Indonesia. Beliau menyadari bahwa pendidikan di Hindia Belanda (Indonesia) merupakan pendidikan buatan kolonial yang penuh dengan diskriminasi dan kepentingan kaum penjajah.  Ki Hajar Dewantara tergerak untuk melakukan perubahan atau revolusi pendidikan di Indonesia, di mana pendidikan di Indonesia harus mengacu pada sosial budaya bangsa Indonesia, yang terbebas dari pengaruh budaya luar. Meskipun beliau paham bahwa budaya luar pasti akan masuk, namun sebagai orang yang berakal kita harus bisa menyaringnya dan menyesuaikan dengan budaya kita sendiri.  Selanjutnya Ki Hajar Dewantara mengidentikkan bahwa pendidikan itu harus terpusat pada murid, karena pendidikan harus memberikan kemerdekaan kepada murid untuk mengembangkan bak...

Modul 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi

  Modul 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi: Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran    1.      Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil? Filosofi Pratap Triloka dari Ki Hajar Dewantara, yang memuat   ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani memberikan pengaruh yang besar dalam mengambil keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Ketiga filosofi ini menjadikan seorang guru harus bisa seorang pemimpin yang bijaksana dengan memberikan teladan atau panutan bagi murid-murid dan orang lain ( ing ngarso sung tulodho ), menjadi motivator atau penggerak ( ing madyo mangun karso) , dan menjadi pamong, pendorong atau pemberi dukungan bagi murid-muridnya ( tut wuri handayani). Dengan Pranata Triloka ini, pendidik diarahkan menjadi pemimpin pembelajaran yang harus dapat membuat sebu...

Operasi Hitung Campuran melalui Pemecahan Masalah

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK (LKPD)                                                     Mata Pelajaran            : MATEMATIKA                                         Kelas/Semester            : VI / I              Diskusikan permasalahan di bawah ini dengan menggunakan uang mainan yang sudah ditugaskan sebelumnya. Ibu pergi ke pasar untuk membeli 5 kg beras. Harga 1 kg beras adalah Rp 12.000,00. Ibu memberikan uang Rp 100.000,00. Berapa kembalian uang yang diterima ibu? Susi disuruh ibu untuk membeli sayur-sayuran. Ia membeli 4 kg kol dan 6 kg mentimun. Harga 1 kg kol adalah Rp 8.000,00 dan...